Rabu, 25 Februari 2009

Hari Ini Milik Anda

jika kamu berada di pagi hari, janganlah menunggu sore tiba. Hari
inilah yang akan Anda jalani, bukan hari kemarin yang telah berlalu
dengan segala kebaikan dan keburukannya, dan juga bukan esok hari yang
belum tentu datang. Hari yang saat ini mataharinya menyinari Anda, dan
siangnya menyapa Anda inilah hari Anda.

Umur Ada, mungkin tinggal hari ini !!! Maka, anggaplah masa hidup Anda
hanya hari ini, atau seakan-akan Anda dilahirkan hari ini dan akan
mati hari ini juga. Dengan begitu, hidup Anda tak akan tercabik-cabik
diantara gumpalan keresahan, kesedihan dan duka masa lalu dengan
bayangan masa depan yang penuh ketidakpastian dan acap kali menakutkan.

Pada hari dimana Anda hidup saat inilah sebaiknya Anda membagi waktu
dengan bijak. Jadikanlah setiap menitnya laksana ribuan tahun dan
setiap detiknya laksana ratusan bulan. Tanamlah kebaikan
sebanyak-banyaknya pada hari itu. Dan, persembahkanlah sesuatu yang
paling indah untuk hari itu. Ber-istighfar- lah atas semua dosa,
ingatlah selalu kepada-Nya, bersiap-siaplah untuk sebuah perjalanan
menuju alam keabadian, dan nikmatilah hari ini dengan segala
kesenangan dan kebahagian!! ! Terimalah rezeki. Isteri, suami,
anak-anak, tugas-tugas, rumah,ilmu, dan jabatan Anda hari dengan penuh
keridhaan.

Jangan lupa, hendaklah Anda goreskan pada dinding hati Anda satu
kalimat (bila perlu Anda tulis pula diatas meja kerja Anda) : Harimu
adalah hari ini. Yakni bila hari ini Anda dapat memakan nasi hangat
yang harum baunya, maka apakah nasi basi yang telah Anda makan kemarin
atau nasi hangat esok hari (yang belum tentu ada) itu akan merugikan Anda.

Jika Anda dapat minum air jernih dan segar hari ini, maka mengapa Anda
harus bersedih atas air asin yang Anda minum kemarin, atau
mengkhawatirkan air hambar dan panas esok hari yang belum tentu terjadi.

Jika Anda percaya pada diri sendiri, dengan semangat dan tekad yang
kuat Anda, maka akan dapat menundukkan diri untuk berpegang pada
prinsip: aku hanya akan hidup hari ini !!! Prinsip inilah yang akan
menyibukkan diri Anda setiap detik untuk memperbaiki keadaan,
mengembangkan semua potensi dan mensucikan setiap amalan.

Aku hanya akan hidup hari ini, maka aku hanya akan mengucapkan, "Wahai
masa lalu yang telah berlalu dan selesai, tenggelamlah seperti
mataharimu. Aku tak akan pernah mengisi kepergianmu, dan kamu tidak
akan pernah melihatku termenung sedetik pun untuk mengingatmu. Kamu
telah meninggalkan kami semua, pergi dan tak pernah kembali lagi."

"Wahai masa depan, engkau masih dalam kegaiban. Maka, aku tidak akan
pernah bermain dengan khayalan dan menjual diri hanya untuk sebuah
dugaan. Aku pun tak bakal sesuatu yang belum tentu ada, karena esok
hari mungkin tak ada sesuatu. Esok hari adalah sesuatu yang belum
diciptakan dan tidak ada satu pun darinya yang dapat disebutkan."

"Hari ini milik Anda", adalah ungkapan yang paling indah dalam "kamus
kebahagiaan" . Kamus bagi mereka yang menginginkan kehidupan yang
paling indah dan menyenangkan.

Minggu, 22 Februari 2009

Seusai Api Mengepul, Partai-partai Menyembul

Ratusan warga permukiman padat di sekitar Kanal Banjir Barat, Tomang, Jakarta Barat, kemarin membersihkan puing-puing sisa amukan si jago merah yang terbakar Rabu malam lalu. Mereka tak hirau kepada panas matahari yang amat menyengat.

Sebagian beristirahat di bawah terpal biru yang dipasang di bekas bangunan yang terbakar. Suasananya amat ramai, seperti di pasar malam. Ratusan orang lalu-lalang dengan kepentingan masing-masing.

Partai politik ikut nampang. Posko-posko kemanusiaan beraneka warna, seperti biru, merah, atau kuning kehitaman, berlomba membagikan bantuan. Tak ketinggalan bendera partai politik menyembul di antara puing-puing kebakaran. Sebagian korban terlihat mengenakan pakaian partai politik, yang gratis dibagikan. "Ya senang, dong, kami kan dibantu," kata Wani, salah seorang korban kebakaran, kemarin.

Kartika, 35 tahun, mengaku sangat terbantu oleh uluran tangan partai itu. Pria yang bekerja sebagai kurir ini tidak peduli dari mana bantuan tersebut berasal. "Yang penting kebutuhan kami terpenuhi."

Dari pantauan Tempo, terlihat posko-posko partai besar berjejer rapi di pinggir kanal yang kumuh. Meski suhu politik memanas, mereka terlihat rukun walau berdempetan. Diawali posko Partai Demokrat yang serba biru, semeter di sebelahnya ada posko Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, lalu Partai Amanat Nasional, Partai Demokrasi Pembaruan, dan Partai Keadilan Sejahtera.

Bantuan yang diberikan seragam, dari bahan kebutuhan pokok dan pakaian sampai dapur umum bagi warga. Semua partai menolak jika kegiatan itu disebut sebagai ajang kampanye. Mereka serempak menyebut “demi kemanusiaan semata”.

Bendahara Anak Cabang Partai Demokrat Tomang, Siti Hadijah, mengatakan partainya membantu bahan pokok dan pakaian. "Ini bukan kampanye, lo." Setali tiga uang, Ketua Ranting Tomang PDIP, Marsani, juga membantah jika bantuan partainya disebut kampanye.

Seorang korban kebakaran mengaku kesengsem pada salah satu partai politik. “Pilih yang paling banyak ngasih bantuan aja," kata Suryati. Apa pun, bantuan mereka harus dihargai sebagai ketulusan sesama manusia.


Jamkesmas dimana kamu??

Fenomena dukun cilik Ponari di Jombang, Jawa Timur, seakan memberikan ''tamparan'' kepada institusi kesehatan pemerintah maupun swasta. Kesulitan akses dan tarif berobat yang semakin melangit memicu kejadian itu.

Bagaimana mungkin masyarakat berbondong-bondong berobat kepada Ponari, sementara pemerintah menyatakan menjamin berobat gratis bagi masyarakat tidak mampu? Realitas Ponari berkorelasi signifkan dengan kegagalan negara memenuhi hak konstitusional untuk jaminan kesehatan.

Hak dasar warga negara seakan terombang-ambing. Padahal, program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang digulirkan Departemen Kesehatan sudah setahun berjalan. Amanat konstitusi yang diberikan kepada pemerintah dipertanyakan. Komitmen memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin hampir menjadi sekadar tong kosong.

Hasil penelitian ICW mengenai Jamkesmas 2008 di empat kota -Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi- sangat menguatkan paparan di atas. Sejumlah temuan menegaskan disorientasi kebijakan di sektor kesehatan tersebut.

Pertama, pendataan yang tidak akurat. Temuan lapangan menunjukkan masih banyak keluarga miskin yang tidak tercatat. Di antara 868 daftar pemegang kartu yang dipilih secara acak, ternyata tidak sampai setengah responden yang secara nyata memiliki kartu Jamkermas.

Bahkan, sekitar 12,4 persen tidak memiliki kartu kendati sudah tercatat sebagai peserta. Selain itu, hampir 10 persen tidak dikenal pada alamat yang tertera di catatan PT Askes, 3 persen sudah meninggal, dan 3,1 persen pindah rumah. Ketidakakuratan data penerima Jamkesmas tersebut diperburuk dengan adanya 22,1 persen data dari responden yang tidak dapat diverifikasi.

Berangkat dari riset di atas, jika sampel ditarik pada populasi peserta Jamkesmas yang berjumlah sekitar 579.192 jiwa, diperkirakan, hanya 290 ribu masyarakat miskin yang terdaftar yang benar-benar bisa menggunakan hak pengobatan gratis. Sedangkan setengah lainnya dikhawatirkan tidak mendapatkan fasilitas pengobatan tersebut.

Pendataan yang tidak akurat itu dinilai merupakan masalah mendasar yang berimplikasi pada terabaikannya hak masyarakat miskin. Dengan kata lain, patut dipertanyakan jika Departemen Kesehatan mengklaim sudah memberikan jaminan kesehatan untuk warga negara tak berpunya.

Kedua, sosialisasi yang belum optimal. Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 42,6 persen responden mendapatkan informasi dari ketua RT/RW. Informasi yang didapat pun tidak bisa dikatakan menyeluruh tentang Jamkesmas. Hal tersebut ditunjukkan dengan sebagian besar (80 persen) dari responden tidak mengetahui manfaat Jamkesmas.

Pelayanan kesehatan yang seharusnya dapat dinikmati dengan gratis menjadi hal asing bagi pasien Jamkesmas. Dapat dilihat pula bahwa iklan di media cetak dan elektronik belum optimal. Hanya 2,3 persen responden yang mengetahui apa itu Jamkesmas dari media elektronik. Dan, hanya 0,7 persen iklan di media masa yang digunakan responden sebagai sumber informasi tentang Jamkesmas.

Bagaimana bisa seorang miskin menonton televisi atau membaca koran setiap hari, untuk keperluan hidup sehari-hari saja masih mengais.

Ketiga, adanya pungutan untuk mendapatkan kartu. Sebanyak 7,5 persen responden mengatakan bahwa mereka harus membayar kepada petugas kelurahan, puskesmas, ataupun RT/RW untuk mendapatkan kartu Jamkesmas. Alasan yang digunakan adalah itu menjadi pengganti biaya transportasi atau sekadar imbalan. Rata-rata pungutan itu sebesar Rp 10.000.

Bisa dibayangkan ketika di kota-kota seluruh Indonesia ada pungutan seperti itu. Mungkin, hal tersebut tidak menjadi masalah bagi warga. Sebab, mereka memperoleh konsekuensi yang lebih besar, yaitu pengobatan yang gratis selama sakit. Namun, praktik-praktik kecurangan itu akan menjadi kedok para aparat tidak bertanggung jawab untuk melegalkannya.

Keempat, masih ada pasien Jamkesmas yang tidak mengunakan kartu ketika berobat. Sebanyak 23 persen responden ketika berobat tidak menggunakan kartu. Alasan yang muncul, antara lain, adalah takut ditolak RS, takut di pingpong, malas membawa kartu, masih bisa menanggung biaya sendiri, dan 25,7 persen tidak tahu bila kartu Jamkesmas bisa digunakan berobat gratis ke RS dan puskesmas.

Hal tersebut merupakan imbas dari sosialisasi yang belum optimal. Peserta Jamkesmas yang menjadi pasien di RS atau puskesmas merasa takut. Menarik sekali. Seseorang memiliki hak, namun tidak berani memintanya.

Kelima, berobat yang belum gratis. Departemen Kesehatan mendengung-dengungkan Jamkesmas itu gratis. Bisa digunakan selama sakit, seseorang tidak mengeluarkan sepeser pun uang. Realisasinya, dari responden didapat bahwa biaya periksa paling tinggi adalah mencapai RP 600.000. Masih ada pula biaya berobat, pendaftaran, dan lainnya yang menambah daftar rupiah yang tertera dalam slip pembayaran. Sesuatu yang bertolak belakang.

Keenam, pelayanan kesehatan bagi pasien Jamkesmas yang masih buruk. Hal itu terlihat dari lamanya menunggu antrean, sempitnya ruang tunggu, berdesak-desakan, lamanya menunggu waktu operasi, terlambatnya dokter, dan masih adanya penolakan dari RS.

Hal yang menonjol adalah penolakan pasien Jamkesmas. Seakan RS tidak lagi berfungsi melayani (sosial). Alasan mengapa RS menolak adalah tidak adanya tempat tidur, fasilitas RS yang minim, dan tidak lengkapnya syarat-syarat yang harus dibawa.

Enam temuan di atas cukup menjadi dasar argumentasi bahwa Jamkesmas gagal. Kesimpangsiuran dan tidak akuratnya pendataan selayaknya dikoreksi secepatnya oleh Departemen Kesehatan selaku penanggung jawab utama. Perintah UU yang tertuang pada pasal 9 UU 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan jelas memberikan kewajiban kepada pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Dalam banyak hal, pemerintah sebenarnya relatif tidak berhasil mengafirmasi berbagai hak asasi masyarakat di sektor pelayanan publik. Termasuk di sektor kesehatan. Tidak begitu intensnya perhatian di wilayah itu menjadikan hak-hak kesehatan terancam. Dan, tentu saja hal ini akan diperparah jika di sisi lain, Departemen Kesehatan justru selalu menyatakan sudah berhasil menjalankan Jamkesmas.

Siapa pun tentu tidak menghendaki program jaminan kesehatan yang punya cita-cita mulia tersebut hadir hanya seperti tong kosong yang berbunyi nyaring.

Selasa, 10 Februari 2009

Sinetron Cerminan bangsa???

Malam itu, seperti biasa saya pergi ke warteg terdekat untuk makan malam. Wartegnya, saat itu, cukup penuh juga. Sebuah TV 14 inci sedang menyiarkan sinetron yang saya tak tahu judulnya. Bintangnya Inneke Koesherawati.

Meskipun wartegnya lumayan penuh, tapi sedikit sekali terdengar suara manusia bercakap. Semuanya diam, tenggelam dalam penghayatan. Menghayati apa? Kepala-kepala mereka mendongak ke atas, ke arah TV. Oh, ke sinteron...Beberapa terlihat serius dan kadang-kadang geram terhadap tokoh antagonisnya. Saat iklan, semua kecewa, dan baru mengalihkan perhatian ke yang lain.

Karena penasaran, saya ikut-ikutan nonton sinetron tersebut. Selain Inneke, tak ada yang menarik...;-p (eits, jagalah hati!). Ceritanya khas sinetron. Plotnya juga dapat mudah ditebak. Menyaksikan sinetron ini semakin mengukuhkan anggapan orang tentang sinetron yang sering saya dengar atau saya baca: tayangan bodoh, penuh drama pertengkaran, air mata, konflik keluarga, dan tokoh-tokohnya yang selalu berada di dua kutub ekstrem, entah sangat jahat atau sangat baik.

Saya memutuskan untuk fokus pada makan malam saya lagi. Namun, kemudian saya tertarik pada suatu hal lain: kok yang lain masih bisa sangat antusias menyaksikan? Padahal tidak selalu ada Inneke di tiap adegannya...;-p (ya Allah, Lucky, Lucky...)

Saya baru sadar bahwa Ram Punjabi ada benarnya. Saya diceritakan Parni Hadi, ketika ia bertanya pada Pak Ram, ”Kenapa anda membuat tayangan macam itu?”.

Kata Pak Ram enteng saja, ”Pak Parni, mereka suka sinetron saya!”.

Mau bagaimana lagi? Lepas dari kontroversialnya sistem dan metodologi peratingan, bukankah pasar dan seleranya yang berkuasa?

Rating, dan Pak Ram benar: masyarakat (masih) suka. Tetapi kok, kenapa hampir tak ada teman-teman saya mahasiswa yang suka? Kenapa artikel-artikel atau opini yang saya baca, lebih banyak mengecam daripada memuji? Sehingga saya tidak ngeh dengan fakta ini sebelum menyaksikan sendiri khusuk-nya orang-orang menonton sinetron.

Karena posisi kita di masyarakat. Saya, yang mahasiswa, dan saya juga yakin termasuk anda yang berkesempatan membaca blog, adalah kelas menengah. Sebenarnya jumlahnya itu kecil, tapi mereka berpengaruh. Mereka yang aktif menjadi decision maker, mereka yang relatif berkecukupan. Mereka yang relatif lebih berpendidikan, mereka yang lebih punya banyak akses untuk sumber informasi sekaligus juga menentukan informasi. Sehingga menjadi opinion leader. Terkesankan bahwa banyak yang tak suka sinetron. Padahal, kenyataannya sebaliknya.

Kata senior saya dulu, kelas menegah inilah yang menentukan wajah suatu bangsa. Mungkin benar, tetapi ingat, hanya sebatas wajah! Hanya tampilan luar. Hanya yang terlihat dan teropinikan di media. Bagian dalamnya, bagian mentalnya, karakternya, kesadarannya, sama sekali tidak.

Dari mana kita bisa melihat kesadaran (atau malah bawah sadar) kolektif suatu bangsa? Dari televisi. Televisi mungkin merupakan alat elektronik paling sering yang dapat ditemukan pada keluarga-keluarga sekarang. Penetrasinya dalam dan meluas, mulai dari desa hingga kota, dari kalangan atas hingga bawah.

Lalu, kesadaran, karakter, atau malah bawah sadar suatu bangsa salah satunya bisa dilihat dari hasratnya. Semangat yang terasakan. Mimpi-mimpinya. Keinginannya. Yang menjadi favoritnya, dan yang dicintainya.

Nah, tesis sederhananya begini: karakter bangsa bisa dilihat dari tayangan TV yang menjadi favoritnya. Saya tadinya ingin bilang kesadaran bangsa bisa dilihat dari budaya populernya, tapi saya ingin membatasi diri pada tayangan televisi saja.

Di Amerika Serikat, TV serial paling populer adalah serial Prison Break. Kedua baru Lost. Tentang apa kedua serial itu? Prison Break menceritakan kisah Michael Scofield yang berusaha membebaskan kakaknya dari penjara. Kakaknya ini divonis mati karena difitnah oleh sebuah kekuatan besar di pemerintahan. Nah, si Michael ini, yang insinyur teknik sipil jenius, menatokan jalan keluar dari penjara pada seluruh badannya, menyengajakan diri masuk penjara, dan tiap episode menelusuri lorong-lorong penjara untuk kabur bersama kakaknya. Lost menceritakan tentang kisah penerbangan Oceanic 415 yang terdampar di pulau misterius, lalu membangun komunitas, dan tiap episode mengungkap misteri-misteri pada pulau tersebut sekaligus misteri masing-masing tokohnya. Cukup dua sampel, tapi kita bisa mengkonfirmasi para penulis yang sering menceritakan tentang karakter bangsa Amerika.

Bangsa Amerika adalah pemuja kepahlawanan, itu yang sering dikatakan. Mereka mencintai orang-orang hebat, extraordinary, dan melakukan tindakan mulia. Makanya, katanya lagi, calon presiden Amerika dipandang memiliki nilai plus di mata masyarakat bila pernah menjadi veteran perang, sebagai bukti patriotismenya membela negara. Nilai-nilai itulah yang bisa kita saksikan dengan mudah di hampir setiap produk tayangan amerika. Lihat film hollywood. Lihat TV serial amerika. (meskipun karena sekarang Amerika adalah melting pot, dan sekarang zamannya memberikan suara bagi para liyan, mulai terdengar nada yang relatif beragam dari produk-produk AS).

Seperti yang pernah dibahas oleh Vetri, kita juga bisa merasakan satu semangat yang sama, dan selalu ada, dari dorama-dorama jepang. Berbeda dengan orang Amerika yang senang betul para jagoan hebat, dengan generalisasi yang brutal bisa kita lihat tokoh-tokoh dorama jepang lebih sering orang-orang biasa. Beberapa malah memiliki kekurangan. Namun mereka tak pernah kekurangan satu hal: semangat yang menyala. Coba tonton One Litre of Tears, kisah seorang yang didiagnosa cacat tapi dengan tulisannya dan semangatnya sangat menginspirasi. Atau dragon zakura, tentang sekelompok anak dari SMA terbodoh di Tokyo yang kepingin masuk Universitas Tokyo. Sama seperti Lost & Prison Break, denger-denger kedua dorama ini populer juga di Jepang sana.

Bagaimana dengan bangsa kita? Lihat sinetron-sinetron kita. Apa boleh buat, kita belum beranjak dari kisah orang jahat yang balas dendam lalu merebut anak musuhnya. Belum beranjak dari tayangan dengki. Dengan kisah-kisah yang konyol. Tidak peduli yang terlihat atau terkesankan oleh kelas mengahnya yang berbeda, tetap saja yang populer dan lebih sahih dibilang karakter bangsa adalah yang semacam itu. Anak mudanya disibukkan tayangan-tayangan sinetron remaja yang aneh-aneh. Mungkin itulah karakter pemuda bangsa kita sekarang.

Bisakah kita mengubah karakter bangsa kita? Banyak yang berharap Ram Punjabi memproduksi sinetron dengan tema lebih cerdas. Tapi saya rasa, prosesnya tak bisa seperti itu. Pasar itu, meskipun kadang kejam, tetapi ia sangat jujur. Ia hanya merefleksikan keinginan dari konsumennya. Pak Ram pun, sebagai pebisnis, tentu kenal pasar. Jadi, kita tak bisa memproduksi sinetron cerdas dan berharap karakter bangsa kita jadi cerdas. Gejala tak akan mengubah sumbernya.

Banyak yang bilang tentang pemberdayaan, atau malah pengkonsolidasian kelas menengah. Nah, disinilah pendidikan akan berperan penting., karena pendidikan adalah tangga kelas. Teori sederhananya, semakin banyak kelas menengah yang berpendidikan, yang tadinya kelas menengah itu hanya menunjukkan wajah bangsa, ketika banyak, akan menunjukkan juga karakter bangsa. Nanti pun, produsen akan bereaksi. Akan kita lihat sinetron-sinetron yang lebih cerdas, dari Ram Punjabi sekalipun.

Ah, kenapa pula serumit itu? Pengalaman di warteg itu buat saya menunjukkan suatu hal: mau gimana lagi, wong mereka suka! Saya memutuskan untuk berhenti sinis pada Ram Punjabi atau melecehkan sinetron-sinetron. Malah bersyukur, mereka bisa memberi sedikit hiburan, biarpun semu, buat para pengunjung warteg seluruh Indonesia.

Wallahu a’lam bis showaab.
Dan Hanya ALLAH Yang Maha Mengetahui

NB: saya tidak sabar menunggu Dunia Tanpa Koma, TV serial yang katanya bagus dan cerdas. Hanya 14 episode, direncanakan matang, dan mengambil contoh TV-TV serial di Amerika sana. Tapi kayaknya ini yang akan terjadi: di media, serial tersebut akan mendapat ulasan yang baik. Saya dan Anda akan suka. Namun ratingnya akan berada pada tingkatan menengah saja, kalau tidak buruk. Tetapi, akan tetap banyak iklan! Kenapa coba?

Ya, kelas menengah ini punya purchasing power yang sangat powerful!

Minggu, 08 Februari 2009

februari..bulan penuh cinta???

hemmmm...februari..bagi banyak orang bulan ini selalu dikaitkan dengan bulan penuh kasih sayang, bulan yang penuh dengan hal yang manis, coklat, mawar, candlelight dinner, dan apapun yang bisa mengekspresikan dan mengapresiasikan rasa kasih sayang itu sendiri...waaaahhh...

mengapa harus februari siy??hari kasih sayang biasa di kaitkan dengan tanggal 14 Februari, hari dimana dahulu kala, ceritanya,kalo gak salah ni ya, pada tanggal itu, ada seorang yang rela bunuh diri demi cinta, mungkin, untuk menghargai pengorbanan orang ini, di peringatin deh sebagai hari kasih sayang...

mengapa harus februari aja??wah ini...kasih sayang itu gak bisa diukur dengan hari kan yah??emm, lebih baik dan lebih indah kalo setiap hari kita di isi dengan adanya kasih sayang.. jangan berfikir sempit tentang kasih sayang lho, kan gak mesti ma pasangan, tapi juga kasih sayang untuk orang tua, saudara, temen2 terbaik, bahkan semua kasih sayang untuk makhluk hidup yang ada di dunia, jauh dari itu, ada kasih sayang juga kepada Sang Pemilik semua alam raya ini...^^

jadiiii...tebarkan semua cinta dan kasih sayang yang di punya yah...buatlah orang lain dapat tersenyum karena apa yang kita punya, tapi jangan pamrih tentunya...gak hanya tanggal brapa, atau bulan brapa, tapi setiap hari yang terlalui...


Jumat, 06 Februari 2009

renungan saja....

dalam setiap langkah yang berlalu ini...
tak kan ada sempat sesal yang terjadi...
kalo kata orang "let it flow " aja..
dan aku lebih memilih kata 'pembalajaran untuk semuanya

masa lalu memang suatu cerita
terpatri di dalam apa yang di sebut jiwa...
karena itu jangan pernah coba melupakan, tapi berusaha untuk tidak mengingat...^^

karena masa depan itu esok, lusa dan seterusnya...
jadi...
persiapkan saja....